Rabu, 29 Maret 2017

TATA TERTIB



TATA TERTIB 1
GEREJA BETHEL INDONESIA
PEMAPARAN MENGENAI JEMAAT LOKAL, PEJABAT
MODUL DIKLAT PEJABAT
 

TATA TERTIB GEREJA BETHEL INDONESIA
BAB I
JEMAAT

Pasal 1.
JEMAAT LOKAL
(1) Jemaat lokal ialah: persekutuan orang percaya; Minimal 12      orang; dibaptis secara selam; dan digembalakan oleh pejabat GBI.
(2) Dapat membuka cabang di seluruh Indonesia dan Luar negeri
(3) Jemaat dalam kapasitas kerasulan
(4) Digembalakan secara otonom (pengelolaan kepemilikan; keuangan; program; kepengurusan dan pembinaan warga gereja). Terkecuali dalam hal: Pengakuan Iman GBI; Pengajaran; Tata Gereja GBI.
(5) Jemaat lokal di luar negeri tetap jadi bagian dari GBI dan Tata Gereja GBI tetap berlaku bagi pejabatnya dan disesuaikan dengan kondisi di Negara bersangkutan.
(6) Jemaat lokal yang berada di luar negeri dikoordinir oleh badan misi dunia, disebut Bethel World Mission yang dibentuk oleh BPH.
Pasal 2
SYARAT JEMAAT LOKAL
(1)   Memiliki anggota jemaat minimal 12 orang; dibaptis secara selam; berbakti secara tetap di jemaat tersebut.
(2)   Memiliki alamat yang jelas.
(3)   Digembalakan oleh seorang pejabat Gereja Bethel Indonesia.
(4)   Memiliki pengurus jemaat local.
(5)   Telah dilaporkan dan didaftarkan kepada BPD dan BPH.

Pasal 3
PEMIMPIN JEMAAT LOKAL
1.      Gembala jemaat: Pemimpin gereja lokal dan ketua dalam kepengurusan jemaat lokal.
2.      Gembala jemat: membentuk pengurus jemaat lokal secara otonom, susunannya dapat dikembangkan sesuai kebutuhan untuk menunjang pelayanan.
3.      Gembala jemaat berwenang mengangkat dan memberhentikan anggota pengurus jemaat lokal yang dipimpinnya yang masa baktinya ditentukan oleh gembala jemaat.
4.      Gembala jemaat berwenang untuk menentukan kebijakan-kebijakan pada jemaat lokal yang dipimpinnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan dan atau Tata Gereja GBI.
5.      Gembala jemaa bertugas melakukan penggembalaan terhadap jemaat lokal yang dipimpinnya.

Pasal 4
KLASIFIKASI JEMAAT LOKAL
Klasifikasi jemaat lokal didasarkan pada jenjang pejabat yang menggembalakan jemaat lokal atau pejabat yang membuka jemaat local tersebut, yaitu:
1.      Jemaat Induk. Digembalakan oleh seorang Pdt. dan bersifat otonom.
2.      Jemaat Cabang. Dibuka dan dikembangkan oleh jemaat induk dan digembalakan oleh seorang Pdm., yang ditetapkan oleh gembala jemaat induk.
3.      Jemaat Cabang Binaan. Jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh seorang pejabat GBI yang digembalakan oleh Pdm., dan dibina oleh seorang pendeta Pembina. Dalam hal gembala jemaat cabang binaan dilantik sebagai pendeta maka jemaat tersebut dengan sendirinya menjadi jemaat induk.
4.      Jemaat Ranting. Jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh jemaat induk atau jemaat cabang dan digembalakan oleh seorang pendeta pembantu yang ditetapkan oleh jemaat induk atau jemaat cabang.
5.      Jemaat Ranting Binaan. Jemaat yang dibuka dan dikembangkan oleh seorang pejabat atau seorang pelayan jemaat GBI yang digembalakan oleh seorang pendeta pembantu dan dibina oleh seorang pendeta pembina.

Pasal 5
JENIS KEBAKTIAN JEMAAT LOKAL
GBI memiliki jenis kebaktian, yaitu:
1.      Kebaktian Umum
2.      Kebaktian Hari Raya Gerejani
3.      Kebaktian Kategorial (Kebaktian Anak; Kebaktian Remaja; Kebaktian Pemuda; Kebaktian Dewasa Muda; Kebaktian Wanita; Kebaktian Pria; Kebaktian Usia Lanjut dan kebaktian lain yang diadakan berdasarkan kebutuhan seperti: Kelompok Sel, Ucapan Syukur dan Penghiburan).



Pasal 6
JEMAAT YANG TIDAK MEMPUNYAI GEMBALA
1.      Jemaat Induk yang gembalanya berhalangan tetap, dicarikan gembala pengganti oleh pengurus jemaat local yang bersangkutan bersama dengan BPD.
2.      Jika dalam waktu paling lama 3 bulanBPD bersama dengan pengurus jemaat tidak berhasil mendapat seorang gembala, maka BPH akan menetapkannya.
3.      Jemaat Induk tanpa cabang yang digembalakan oleh gembala pengganti seorang Pdm/Pdp, maka jemaat tersebut menjadi jemaat binaan.
4.      Jemaat yang memiliki cabang dan digembalakan oleh gembala pengganti seorang Pdm/Pdp, maka status jemaat tersebut tetap seperti semula, sedangkan status pejabatnya tetap dalam pembinaan seorang Pendeta Pembina.

Pasal 7
SYARAT PEMBUKAAN JEMAAT BARU ATAU PEMINDAHAN TEMPAT IBADAH
1.      Sebelum membuka/memindahkan tempat ibadah harus menyampaikan rencana tersebut kepada BPD secara tertulis untuk mendapatkan pengarahan lebih lanjut.
2.      Membina hubungan baik dengan gembala jemaat yang sudah ada di daerah yang berdekatan.
3.      Tidak boleh menimbulkan masalah dengan jemaat yang sudah ada dan apabila terjadi masalah BPD berhak menyelesaikannya
4.      Jemaat yang didirikan harus dilaporkan kepada BPD/BPH untuk mendapat surat keputusan pengesahan sebagai gereja local, dan selanjutnya dapat menggunakan papan nama dan logo GBI
5.      Pembukaan jemaat baru, antara lain dapat dimulai dengan Kebaktian Anak, Persekutuan Doa atau Kelompok Sel.
6.      Perintisan jemaat yang dilakukan oleh anggota jemaat GBI disebut Bakal Jemaat.
7.      Tempat untuk melakukan kegiatan ibadah dapat berbentuk Rumah Doa, Kapel atau Gereja.

Pasal 8
HAK & KEWAJIBAN JEMAAT GBI
1.      Jemaat GBI berhak mendapat pelayanan dari BPD dan atau BPH
2.      Jemaat Induk, Cabang, Ranting di lingkungan GBI setiap bulan wajib mengirim persepuluhan dari seluruh persembahan jemaat kepada BPH.
3.      Jemaat GBI wajib mengirim persembahan bulanan kepada BPD.

Pasal 9
PERSEKUTAN ANTAR GEREJA
1.      Gembala jemaat harus memelihara persekutuan dan kerja sama yang baik dengan gembala jemaat GBI lainnya dan saling membantu.
2.      Demi kepentingan gereja Tuhan pada umumnya dan GBI pada kususnya, gembala jemaat GBI harus memelihara hubungan yang baik dengan semua organisasi gereja.

Pasal 10
PAPAN NAMA JEMAAT
1.      Jemaat GBI memasang papan nama yang bertuliskan GEREJA BETHEL INDONESIA dan alamatnya.
2.      Jemaat di suatu daerah yang tidak memungkinkan untuk memasang papan nama, tidak diharuskan memasang papan nama Gereja Bethel Indonesia.

Pasal 11
LOGO, KEPALA SURAT & STEMPEL
1.      Jemaat GBI wajib memakai logo yang telah disahkan oleh Sinode.
2.      Jemaat GBI tidak boleh menggunakan logo atau kata-kata lain sebagai tambahan di samping logo resmi GBI pada kepala surat dan papan nama gereja.
3.      Jemaat GBI wajib mempergunakan format kepala surat dan stempel yang telah ditetapkan oleh BPH.

Pasal 12
ANGGOTA JEMAAT
GBI mempunyai 3 macam anggota jemaat, yaitu:
1.      Anggota Jemaat Baptisan ialah mereka yang telah dibaptis secara selam sesuai dengan Pengakuan Iman GBI dan telah terdaftar sebagai anggota jemaat lokal.
2.      Angota jemaat Anak, Remaja dan Pemuda ialah mereka yang beribadah secara tetap dalam kebaktian kategorial sesuai usia, terdaftar sebagai anggota dan belum dibaptis secara selam.
3.      Anggota Jemaat Simpatisan ialah mereka yang dating beribadah di jemaat local GBI, tetapi belum terdaftar sebagai anggota.

Pasal 13
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA JEMAAT
1.      Anggota jemaat berhak mendapat pelayanan rohani dari gembala jemaat.
2.      Anggota jemaat wajib beribadah dengan setia dan membawa persepuluhan kepada Tuhan pada jemaat dimana yang bersangkutan menjadi anggota (Bil 18:25-28; Mal 3:8-10; 2 Kor 8: 12; 1 Kor 9:9; 2 Kor 9: 6-11).
3.      Anggota jemaat baptisan mempunyai hak suara dalam rapat siding jemaat.
4.      Dalam keadaan darurat atau luar biasa, dapat diadakan rapat dalam jemaat, yang diselenggarakan oleh pengurus jemaat bersama dengan BPD.

Pasal 14
PERPINDAHAN ANGGOTA JEMAAT
1.      Perpindahan anggota antarjemaat adalah suatu hal yang dapat terjadi, namun tidak boleh menimbulkan masalah.
2.      Untuk menjadi anggota pada jemaat local yang baru, maka yang bersangkutan wajib melampirkan bukti surat pengunduran diri dari gereja awal.
3.      Anggota jematat, pengurus jemaat dan atau pejabat GBI yang pindah dari suatu jemaat local, tidak berhak menuntut milik (asset) jemaat local,dan atau segala yang telah diserahkan atau bentuk ganti rugi lainnya kepada jemaat local yang ditinggalkan.














TATA TERTIB GEREJA BETHEL INDONESIA
BAB II
PEJABAT GBI

Pasal 33
SYARAT PENGANGKATAN
1.      Telah menyelesaikan pendidikan teologia: Sekolah Penginjil Bethel; Sekolah Teologia Praktika Bethel; Sekolah Teologia Extention; Lulusan Perguruan Tinggi Theologia Strata Satu ( S 1) di lingkungan GBI yang tidak menggembalakan jemaat atau lulusan Sekolah Teologia lainnya yang diakui oleh GBI.
2.      Bagi yang bukan lulusan sekolah teologia, telah melayani sebagai pelayan jemaat sekurang-urangnya 3 tahun dan mendapat penilaian baik dari gembala jemaat atau yang menjalankan tugas pendidikan pada sekolah-sekolah teologia di lingkungan GBI atau menjalankan tugas pembinaan kerohanian pada lembaga pemerintahan secara tetap atau menjalankan tugas penginjilan yang membawa berkat pada jemaat dan terhisab  dalam satu jemaat local.
3.      Lulus dari ujian yang diselenggarakan oleh BPD   menjelang atau pada saat Sidang MD berlangsung; bagi lulusan sekolah Alkitab/Teologia di lingkungan GBI hanya diuji Tata Gereja dan Pengakuan Iman GBI dan           Penjabarannya.
4.      Telah terbukti dalam kehidupan pelayanan, mepunyai karunia antara lain: kerasulan; kenabian; penginjilan; penggembalaan; dan keguruan yang membangun jemaat.
5.      Sekurang-kurangnya berumur 22 tahun.

Pasal 34
PROSEDUR PENCALONAN
1.      Gembala jemaat mengusulkan  pengangkatan calon sebagai Pdp kepada BPD untuk disetujui dalam Sidang MD.
2.      Sidang MD melakuan penilaian terhadap calon dan memberikan persetujuan, apabila calon telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan Tata Gereja GBI.
3.      Daftar calon yang telah disetujui oleh Sidang MD akan diuji dan hasil kelulusan dilaporkan kepada BPH.
4.      Calon yang dinyatakan lulus, disahkan oleh          Majelis Ketua dan dilantik oleh Ketua BPD dalam             Sidang MD.
5.      5. BPH berhak membatalkan pengesahan dan     pelantikan apabila terdapat penyimpangan             dalam prosedur atau proses pengangkatan.
6.      6. Surat keputusan kependetaan dikeluarkan oleh          BPD dan kartu jabatan Pdp diberikan oleh BPH     setelah pelantikan dalam Sidang MD berdasarkan          surat pengantar dari BPD.

Pasal 35
PELAYANAN PENDETA PEMBANTU
1.      Pdp melayani jemaat di bawah pembinaan seorang pendeta Pembina.
2.      Pdp mempunyai hak dan kewajiban melakukan pelayanan kependetaan seperti tersebut dalam Bab II Bagian Umum, Pasal 22.







TATA TERTIB 2
GEREJA BETHEL INDONESIA
BPD, MD DAN DISIPLIN
MODUL DIKLAT PEJABAT


BAB IX
BADAN PEKERJA DAERAH
Pasal 72
PEMBENTUKAN BADAN PEKERJA DAERAH
1.      Badan Pekerja Daerah (BPD) dibentuk apabila dalam suatu propinsi terdapat sekurang-kurangnya 5 (lima) Pdt., yang masing-masing menggembalakan jemaat induk.
2.      Dalam hal bersifat kusus, BPD dapat juga dibentuk di daerah-daerah tertentu atas usul BPD yang bersangkutan dan mendapat persetujuan dari BPH
3.      Daerah yang belum memenuhi syarat untuk membentuk BPD, diatur oleh BPH

Pasal 73
PENGERTIAN DAN SUSUNAN
1.      BPD adalah badan yang mewakili Majelis Daerah baik ke dalam maupun ke luar, terhadap pemerintah serta semua organisasi lain di daerahnya .
2.      Susunan BPD terdiri dari:
    a. Penasehat yang adalah MPL di daerah.
    b. Ketua dan Wakil Ketua.
    c. Sekretaris dan Wakil Sekretaris
    d. Bendahara dan Wakil Bendahara
    e. Ketua-ketua Bidang dan Ketua Perwakilan Wilayah Kabupaten atau Kota

Pasal 74
PERSYARATAN KETUA
Ketua BPD Sidang Majelis Daerah dengan persyaratan:
1.      Seorang Pdt yang menggembalakan jemaat selama 5 (lima) tahun.
2.      Berusia sekurang-kurangnya 35 tahun.
3.      Mempunyai karunia Roh Kudus sebagai pemimpin gereja yang dibuktikan dalam pelayanan
4.      Mempunyai sikap mengayomi dan melayani dengan penuh kasih ( 1 Tes 2:11-12).
5.      Loyal kepada GBI dan jujur serta setia dalam memberi perpuluhan jemaat yang digembalakannya kepada BPH (sepenuhnya dalam periode berjalan).
6.      Mempunyai kehidupan keluarga yang baik dalam 10 tahun terakhir tidak pernah terkena disipin gereja.
7.      Memiliki rencana dan strategi misi pengembangan GBI di daerahnya.
8.      Sekurang-kurangnya berpendidikan SMA atau sederajat.

Pasal 75
PROSES PEMILIHAN KETUA BPD
1.      Sidang MD yang diadakan untuk memilih Calon Ketua BPD GBI, diselenggarakan paling cepat 3 bulan atau paling lambat 1 bulan sebelum Sinode.
2.      Majelis Ketua dari unsur BPH GBI, berkewajiban untuk memimpin seluruh proses pemilihan Ketua BPD GBI yang diadakan dalam Sidang MD terakhir.
3.      Yang mempunyai hak suara dalam Sidang MD adalah Pdm., dengan memperlihatkan kartu jabatean kependetaan yang masih berlaku.
4.      Seorang Pdt., atau Pdm., hanya dapat menulis 1 nama Calon Ketua BPD GBI di dalam kertas suara yang telah disediakan dan memasukkannya dalam kotak suara.
5.      Kertas suara yang di dalamnya tercantum lebih dari 1 nama Calon Ketua BPD GBI, dinyatakan batal dan tidak dihitung sebagai perolehan suara.
6.      Bakal Calon Ketua BPD GBI dipilih dari nama-nama yang diajukan secara tertulis oleh peserta Sidang MD yang mempunyai hak suara.
7.      Pemilihan Calon Ketua BPD GBI dalam Sidang MD dilakukan secara bertahap, langsung, bebas dan rahasia.
8.      Pada pemilihan tahap pertama Bakal Calon Ketua BPD GBI diseleksi oleh Sidang MD sehubungan dengan persyaratan dalam pasal 74, untuk mendapatkan 3 calon dengan suara terbanyak, untuk disahkan  sebagai Calon Ketua BPD GBI pada tahap kedua.
9.      Jika dalam tahap kedua terdapat 2 calon dengan jumlah suara terbanyak yang sama, maka diadakan pemilihan ulang kepada 2 calon tersebut sampai salah seorang calon mendapat suara terbanyak.
10. Sebelum perhitungan suara dimulai, Majelis Ketua Sidang  MD akan memilih 2 orang wakil dari peserta Sidang MD untuk menjadi saksi dalam pembacaan dan perhitungan suara dari nama-nama Calon Ketua BPD GBI yang masuk.
11. Setelah 2 orang saksi terpilih, Majelis Ketua Sidang MD akan membacakan nama-nama Calon Ketua BPD GBI dan menghitung jumlah suara yang didapat oleh masing-masing calon.
12. Calon Ketua BPD GBI yang memperoleh suara terbanyak, dinyatakan dan ditetapkan sebagai Ketua BPD.
13. Ketua BPD terpilih akan dilantik oleh Ketua Umum BPH GBI dalam Sinode.
14. Hasil perhitungan suara pemilihan Ketua BPD GBI, dituangkan dalam berita acara pemilihan untuk ayat 13
15. Dalam memilih dan menyusun staf/pengurus, Ketua BPD GBI terpilih berkonsultasi dengan aggota MPL setempat.
16. Dalam masa peralihan kepemimpinan, Ketua BPD terpilih melakukan oreientasi tugas dengan Ketua BPD yang lama

Pasal 76
PENGURUS LENGKAP
1.      Pengurus lengkap BPD terdiri dari Ketua, Sekretaris, Bendahara dan wakil-wakilnya serta Ketua-ketua Bidang dan Perwakilan Wilayah Kabupaten ata Kota (Perwil) yang ditetapkan oleh BPD melalui surat keputusan.
2.      Perwil dapat ditetapkan oleh BPD sesuai kebutuhan.
3.      Perwil terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara
4.   Tugas Perwil adalah:
a.   Membantu BPD dalam mengembangkan persekutuan pejabat di daerah yang bersangkutan.
b.   Membantu BPD dalam mengembangkan pelayanan di daerah yang bersangkutan.
c.    Tugas-tugas tersebut dinyatakan dalam butir-butir Surat Keputusan BPD
5. Perwil dapat mengadakan rapat atas persetujuan Ketua BPD yang dihadiri oleh ketua/wakil ketua BPD.
6. Keperluan operasional Perwil termasuk dalam anggaran BPD.

Pasal 77
TUGAS
Badan Pekerja Daerah bertugas:
1.      Mewakili BPH di daerah dan melaksanakan segala keputusan Sinode, MPL dan Majelis Daerah.
2.      Meneliti dan menyelesaikan masalah sesuai dengan Firman Tuhan dan Tata Gereja GBI.
3.      Membela dan membina jemaat-jemaat di daerah demi perkembangan dan kemajuan GBI.
4.      Melaksanakan program sinode, baik jangka pendek maupun jangka panjang sesuai dengan kebutuhan daerah.
5.      Menyusun laporan pertumbuhan dan perkembangan daerah untuk BPH dan MPL.

Badan Pekerja Daerah bertugas:
6.      Mengeluarkan surat keputusan penetapan gembala jemaat, surat keputusan kependetaan untuk             Pdm., dan Pdp., serta surat pengantar untuk memperoleh kartu jabatan.
7.      Mengadakan rapat staf sekurang-kurangnya 3 bulan 1 kali.
8.      Melaksanakan tugas-tugas tertentu yang diberikan oleh BPH.
9.      Menyelenggarakan Sidang MD.

Pasal 78
MASA JABATAN
1.      Masa jabatan ketua BPD adalah dari satu Sinode sampai kepada Sinode berikutnya.
2.      Masa jabatan ketua BPD paling lama adalah 2 kali masa jabatan dan dapat dicalokan kembali setelah selang 1 periode berikutnya
3.      Apabila ketua BPD tidak dapat memenuhi kewajibannya sehingga merugikan persekutuan GBI, maka BPH membebaskantugaskan yang bersangkutan dari jabatan Ketua BPD.

Pasal 79
KEKOSONGAN JABATAN
1.      Kekosongan  jabatan ketua BPD yang terjadi karena tidak dapat melaksanakan tugas dengan baik, maka BPH mengangkat seorang pejabat sementara untuk menggantikannya sampai sidang MD berikutnya.
2.      Apabila seorang anggota pengurus BPD tidak menunaikan tugas dengan baik, Ketua BPD dapat menggantikannya dengan pejabat lain dan kemudian melaporkan kepada BPH.

BAB XI
DISIPLIN GEREJA
Pasal 84
PENGERTIAN DISIPLIN GEREJA
1.      Disiplin gereja: Sarana pembinaan; pemulihan; pemurnian yang dilaksanakan dengan kasih untuk pendewasaan dan menjaga kekudusan gereja.
2.      Disiplin gereja ialah sanksi yang dijatuhkan berdasarkan pelanggaran terhadap ‘ajaran dan peraturan dari GBI’ yang harus ditaati oleh setiap pejabat GBI

Pasal 85
DASAR DISIPLIN GEREJA
Demi kemajuan dan kemurnian pelayan Tuhan, maka gereja menjalankan Disiplin Gereja berdasarkan:
1.      Alkitab
2.      Pengkuan Iman, Pengajaran, Tata Gereja GBI
3.      Etika Kependetaan.
4.      Peraturan yang berlaku di daerah setelah disetujui oleh MD dan disahkan oleh MPL.

Pasal 86
JENIS SANKSI DISIPLIN
1.      Peringatan tertulis.
2.      Pemutusan persekutuan sementara sehingga tidak mendapatkan pelayanan secara organisasi.
3.      Pembebasan tugas sementara sebagai pejabat GBI untuk suatu waktu tertentu secara tertulis dan diumumkan
4.      Penurunan jenjang kependetaan dan jabatan kepengurusan dalam GBI secara tertulis dan diumumkan.
5.      Pembebasan tugas secara tetap (Pemecatan) sebagai pejabat GBI dan diumukan kepada seluruh pejabat GBI, serta tidak diperkenankan melayani di lingkungan jemaat-jemaat GBI

Pasal 87
PROSEDUR PENJATUHAN SANKSI DISIPLIN
1.      Pejabat yang menemukan pelanggaran dari pejabat lainnya dapat memberitahukan kepada BPD yang disertai bukti-bukti dan penyampaian tembusan kepada BPH, anggota MPL di daerah dan pendeta pembina.
2.      BPD memanggil pejabat yang bersangkutan dan atau bersama pendeta pembinanya untuk melakukan klarifikasi dan pembinaan
3.      Apabila pejabat yang bersangkutan menolak pembinaan yang diberikan, maka BPD dapat mengeluarkan surat keputusan penjatuhan sanksi peringatan tertulis atau pemutusan persekutuan sementara, sehingga tidak mendapat pelayanan secara organisasi dan memberikan tembusan kepada BPH GBI
4.      BPD bersama dengan anggota MPL di daerah yang bersangkutan dapat menjatuhkan sanksi             pembebasan tugas sementara sebagai pejabat    GBI untuk suatu waktu tertentu secara tertulis dan dumumkan.
5.      Apabla pejabat tsb belum bertobat, maka BPD menyerahkan masalahnya kepada BPH
6.      BPH melakukan penelitian terhadap pejabat tersebut untuk menetapkan keputusan disiplin pelanggaran organisasi, maka pembinaan sanksi dilakukan oleh pejabat struktural di atasnya.

Pasal 88
REHABILITASI DAN PEMULIHAN
1.      Pejabat yang terkena disiplin gereja dan kemudian ternyata tidak bersalah akan direhabilitasi oleh BPD atau BPH.
2.      Pejabat yang terkena disiplin gereja berhak mendapat pembinaan untuk pemulihan yang dilakukan oleh BPD atau BPH.
3.      Pejabat yang terkena disiplin gereja dapat dipulihkan oleh BPD atau BPH apabila memenuhi syarat:
a.      Telah sngguh-sungguh bertobat dan menghasilkan buah pertobatan yang disaksikan oleh jemaat dan sesama pejabat GBI di daerah ybs
b.      Mendapat rekomendasi dari BPD berdasarkan musyawarah dengan anggota MPL di daerah ybs
c.       Mentaati semua ketentuan yang disebutkan dalam keputusan BPH tentang disiplin
4.      Pejabat yang terkena pembebasan tugas secara tetap dapat menjadi anggota jemaat GBI, apabila yang    bersangkutan ingin kembali melayani dapat diproses sesuai Tata Dasar dan Tata Tertib GBI
5.      Surat keputusan rehabilitasi dikeluarkan oleh BPH






BAB XII
PERBENDAHARAAN GEREJA
Pasal 89
PENGERTIAN PERBENDAHARAAN GEREJA
Yang dimaksud dengan perbendaharaan gereja adalah barang-barang bergerak dan atau tidak bergerak serta keuangan yang menjadi milik gereja

Pasal 90
JENIS KEPEMILIKAN GEREJA
1.      Milik Umum GBI adalah keuangan, semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dibeli dan dibiayai oleh BPH atau BPD atau dihibahkan dengan sah kepada BPH maupun BPD GBI dan dikelola oleh BPH atau BPD
2.      Milik jemaat local adalah keuangan, semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dibeli dan dibiayai oleh jemaat local atau dihibahkan dengan sah kepadanya dan dikelola oleh gembala jemaat bersama pengurus jemaat local yang berhak melakukan tindakan hukum atasnya, meskipun diatasnakan GBI

Pasal 91
PELEPASAN BARANG TIDAK BERGERAK
1.      Milik Umum GBI untuk menjual atau melepas tidak bergerak  milik umum GBI diperlukan persetujuan dari MPL dan harus dilaporkan dalam Sidang Sinode.
2.      Milik jemaat lokal untuk menjual atau melepas milik jemaat lokal harus disertai kesepakatan tertulis antara gembala jemaat dengan pengurus jemaat local; apa bila terdapat  masaah antara gembala jemaat lokal  dan pengurus jemaat dalam hal pelepasan kepemilikan tersebut harus dengan persetujuan BPD dan keputusan tertuis dari BPH.

Pasal 92
SUMBER KEUANGAN BPH
Keuangan BPH sebagai pengurus sinode diperoleh dari:
1.      Persepuluhan dari seluruh pemasukan jemaat local.
2.      Persembahan sukarela dari para simpatisan dan pejabat GBI.
3.      Persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan.

Pasal 93
ANGGARAN PENDAPATAN & BELANJA BPH
1.      BPH menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan yang menyangkut Program Nasional GBI dan disahkan dalam sdang MPL.
2.      Anggaran Pendapatan dan Belanja  yang telah disahkan dalam siding MPL, harus dilaksanakan oleh BPH dan dipertanggung-jawabkan kepada sidang MPL berikutnya.
3.      Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja GBI untuk satu periode Sinode dilaporkan dan disahkan dalam sidang sinode.

Pasal 94
SUMBER KEUANGAN BPD
Keuangan BPD diperoleh dari:
1.      Persembahan wajib setiap bulan jemaat lokal dan pejabat-pejabat di daerah masing-masing.
2.      Bantuan BPH untuk menunjang program nasional GBI sesuai dengan kondisi daerah masing-masing.
3.      Persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan

Pasal 95
SUMBER KEUANGAN JEMAAT LOKAL
Sumber keuangan jemaat local diperoleh antara lain dari perpuluhan, persembahan anggota jemaat, persembahan-persembahan lain atau usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan Firman Tuhan

Pasal 96
PENGGUNAAN KEUANGAN
1.      Keuangan BPH digunakan untuk:
a.      Membiayai pelaksanaan ProgramNasional GBI yang disahkan oleh Sinode.
b.      Membiayai pelaksanaan program yang disetujui oleh MPL
c.       Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh BPH
2.   Keuangan BPD digunakan untuk:
a.      Membiayai program daerah yang disahkan sidang MD.
b.      Hal-hal lain yang dianggap perlu oleh BPD
3.   Keuangan Jemaat Lokal digunakan untuk:
a.      Membiayai pelaksanaan program jemaat local sesuai dengan visi gembala jemaat
b.      Membiayai kehidupan gembala jemaat dan staf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

A L L A H

A L L A H MODUL DIKLAT PEJABAT   TUJUAN PENGAJARAN •       Peserta DIKLAT mampu menjelaskan konsep dan keberadaan Allah...