Sejarah GBI
Sejarah GBI
Pentakosta masuk ke Indonesia
Sejarah Pentakosta masuk ke Indonesia dimulai pada tahun 1921 dimana dua misionaris Belanda berkebangsaan Amerika yang bernama Groesbeek dan Klaveren melakukan misinya ke Indonesia. Mereka masuk melalui jalur laut dengan menggunakan kapal laut milik Jepang. Nama kapalnya adalah Suwa Maru. Perjalanan mereka di tempuh selama 3 bulan sampai tiba di Batavia lalu mereka melanjutkan perjalanan dengan menggunakan kereta menuju Surabaya untuk melanjutkan perjalanannya ke Bali. Dari Bali mereka pindah ke Cepu, karena di Bali sudah tidak kondusif lagi untuk melakukan penginjilan karena adanya pertentangan dan larangan dari pemerintahan Belanda dan masyarakat di Bali.
Di Cepu inilah gerakan Roh Kudus sangat luar biasa dimana banyak putra-putra Indonesia bertobat salah satunya adalah F.G Van Gessel, H.N Runkat, J. Repi, A. Tambuwun, J. Lumenta, E. Lesnussa, G.A. Jokom, R.O. Mangidaan, W. Mamahit, S.I.P. Lumoindong, dan A.E. Siwi. Mereka semua telah mendapatkan pendidikan Alkitab dari F.G Van Gessel dan semua telah menjadi penginjil yang berhasil, menjadi pionir-pionir Pentakosta di seluruh Indonesia.
Pertumbuhan dan perkembangan Pentakosta berjalan begitu pesat, sehingga pada tanggal 4 Juni 1924 pemerintah Hindia Belanda mengakui eksistensi “De Pinkster Gemeente In Netherlands Indie” secara sah. Dengan pengakuan pemerintah ini, maka gerakan Pentakosta telah melembaga sebagai “Vereniging” atau “Perkumpulan” yang sah dan tidak lagi dianggap sebagai “Sekte Nabi Palsu” yang mengacaukan, seperti yang dikatakan oleh umat Kristen tradisional pada umumnya.
Pada tanggal 15 Juni 1937 pemerintah harus mengakui pergerakan gereja-gereja Pentakosta sebagai “Kergenootschap” ( Persekutuan Gereja atau Lembaga yang bersifat Gerejawi berdasarkan Staatersebutlad 1927 no. 156 dan 532 ). Hal ini di karenakan pertumbuhan gerakan Pentakosta yang bertumbuh dengan cepat dan sudah ada dimana-mana seperti jamur.
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, nama Pinkster Kerk In Netherlands Indie” berubah menjadi “Gereja Pentakosta di Indoseia” ( GPdI ). Pada masa yang sulit inilah H.L Sendukh menjabat sebagai sekretaris pengurus GPdI. Inilah sejarah singkat masuknya gerakan Pentakosta masuk ke Indonesia hingga berkembang dan berubah nama menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia atau yang di kenal dengan GPdI. Pada tahun 1952 Pdt. F.G. Van Gessel dan H.L. Senduk keluar dan membentuk “Gereja Bethel Injil Sepenuh”. Adapun penyebab perpecahannya adalah masalah doktrin dan organisasi. Selain Van Gessel dan H.L Sendukh yang keluar dari GPdI masih terdapat banyak lagi yang keluar dari GPdI dan membentuk organisasi baru di Indonesia, sehingga pemerintah “menahan” dengan peraturan pendaftaran yang ketat.
Pra Sejarah GBIu
GBIS keluar dari GPdI bukan sekedar mau membentuk suatu “organisasi gereja baru” seperti halnya semua perpecahan yang terjadi dalam sejarah Gereja Pentakosta. Pemerintah juga mengakui kenyataan ini dan mengeluarkan Surat Keterangan Pendaftaran No. A/VIII/16 tanggal 31 Januari 1953 dan kemudian GBIS juga pada tahun 1968 telah diakui pemerintah sebagai lembaga Gereja (Kerkgenootschap ) dengan keputusan Departemen Agama no.Dd/P/DAK/d/054/68. Tetapi keputusan ini telah dibatalkan oleh Menteri Agama dengan S.K-nya No.68tanggal 16-5-70. Pengakuan pemerintah ini telah memberi kekuatan hukum kepada organisasi GBIS. Apalagi setelah GBIS resmi sebagai anggota DGI yang sekarang adalah PGI.
Selama 18 tahun, GBIS telah mengadakan 11 kali sidang Majelis Besar ( MB ), yaitu :
- Di malang Tahun 1952
- Di Jakarta tahun 1953
- Di Solo tahun 1955
- Di Malang 1957
- Di Surabaya tahun 1957
- Di Solo tahun 1957
- Di Mojokerto tahun 1959
- Di Jakarta 1961
- Di Jakarta 1965
- Di Solo tahun 1968
- Di Jakarta 1969
Pada waktu itu struktur GBIS bersifat “demokrasi liberal”, artinya adalah segala suatu masalah diselesaikan dalam siddang MB secara terbuka. Ini suatu sistem pemerintah yang sangat sulit, dimana banyak masalah yang sebenarnya dapat diselesaikan oleh suatu panitia “Ad Hock” akan menjadi sangat rumit apabila diselesaikan dalam suatu forum.
Pergumlan GBIS dalam mengatasi segala masalah internalnya dapat dilihat dalam frekuensi Sidang MB-nya. Tahun 1957 telah diadakan Sidang MB sampai tiga kali. Karena pada tahun 1957 telah terjadi konflik pengajaran diantaranya adalah :
- Berdirinya Gereja Bethel Tabernakel ( GBT )
Beberapa pendeta menekankan, bahwa cara memberitakan firman Tuhan yang benar hanyalah melalui ajaran Tabernakel selain itu berarti salah dan sesat. Lalu kelompok Tabernakel berpisah dan membentuk organisasi baru yang bernama “Gereja Bethel Tabernakel” pada tahun 1957.
- Berdirinya Gereja Pentakosta Tabernakel ( GPT )
Beberapa tahun kemudian ada kelompok yang keluar dari GBT dan membentuk organisasi baru yang bernama “Gereja Pentakosta Tabernakel” ( GPT ) pada tahun 1963. Kelompok ini menekankan pada ajaran “Mempelai Kristus”. keyakinan mereka hanya “Pengajaran Mempelai” saja yang benar.
- GBIS berjalan terus dalam keseimbangan pengajaran rasuli
Sesudah tahun 1957, GBIS dapat berjalan dengan tenang sampai mencapai sekitar 450 jemaat local yang tersebar di seluruh nusantara, dengan jumlah anggota kira-kira 70.000 jiwa.
Badai yang Mendahului Kelahiran GBI
GBI lahir karena adanya permasalahan yang belum pernah terjadi di dalam sejarah gereja di Indonesia. Inilah sistematika skenario gelombang permasalahan yang menghantam GBIS pada tahun 1968-1970 hingga lahirnya GBI, yaitu :
- Latar belakang perpecahan
Dimulai dari kerjasama antara GBIS dengan COG ( Church of God ) di Cleveland, Tennesee, USA. Dimana perselisihan terjadi dikarenakan perbedaan visi dan filsafat. Dimana H.L Senduk mempunyai visi dan pandangan bahwa gereja akan berkembang apabila gereja memiliki sekolah Alkitab ( Seminari ) tetapi pihak lain ingin tetap diam dan tidak mendukung visi dari H.L Senduk dan bahkan menentang dari visi H>L Senduk sehingga terjadilah perselisihan hingga perpecahan.
- Perselisihan tentang kerjasama antara GBIS-COG ( Church of God )
Dengan adanya kerjasama yang disebut “Amalgamation” antara GBIS dan Church of God, disinilah awal terjadinya sengketa sehingga timbul dua blok yaitu kelompok H.L Senduk yang setuju dengan kelompok J. Setiawan yang tidak setuju, sedangkan persetujuan kerjasama itu sudah di tanda-tangani oleh wakil-wakil kedua belah pihak di Jakarta pada tanggal 5 Februari 1967 dan di Cleveland, Tannessee, pada tanggal 9 Maret 1967.
- Mau uang tetapi tidak mau seminari
H.L Senduk berhasil mendapatkan bantuan guna membangun gedung Seminari Bethel di Petamburan, Jakarta dan hal ini diketahui oleh semua pejabat GBIS. Tetapi mereka tidak bersyukur kepada Tuhan dan mendukung didalam usaha pendidikan, justru hal inilah yang dijadikan sumber sengketa dan permusuhan. Mereka mengirimkan surat untuk H.L Senduk dimana isi surat itu memberikan pernyataan bahwa “tidak ada gunanya membangun Seminari dan lebih baik dana yang masuk dibagikan untuk pendeta-pendeta yang membutuhkan”. Karena inilah mengapa disebut “mau uang tetapi tidak mau seminari”. Tetapi H.L Senduk tetap mempertahankan kejujuran dan terus melaksanakan pembangunan gedung Seminari Bethel di tengah-tengah hujatan dan fitnahan, sampai pembangunan gedung Seminari Bethel selesai dan ditahbiskan pada tanggal 17 Maret 1971.
- Tidak tunduk kepada Keputusan Majelis Besar
Masalah-masalah umum dalam GBIS harus diselesaikan oleh Sidang Majelis Besar (MB), setelah usaha-usaha penyelesaian di tingkat Majelis Daerah tidak berhasil. Akhirnya pada tanggal 18-21 Juni 1968 di Solo berhasil mengundang dan menyelanggarakan Sidang Majelis Besar ke X dan dengan suara bulat telah diputuskan bahwa semua masalah yang dihadapi selama ini atas keputusan bersama telah diselesaikan dan semua masalah telah dipecahkan. Tetapi, rupanya pihak Setiawan dan kawan-kawan menerima keputusan itu tidak dengan lapang dada. Mereka justru berunding untuk merencanakan suatu perkara yang jahat. Setiawan dan kawan-kawan telah melakukan tindakan dimana ia tidak tunduk kepada Keputusan Majelis Besar yang telah diadakan dan telah disetujui bersama.
- Pecat-memecat
J.Setiawan dan kawan-kawan mengadakan “Rapat Badan Penassehat” di Prapat, Sumatera Utara pda tanggal 17-20 Juli 1969. Dalam rapat itu mereka membuat pernyataan dengan surat No. Prapat 01/VII/B. Pen./69 yang memecat dari segala jabatan H.L Senduk, dan empat lainnya. Ketika menerima surat pernyataan hasil rapat Prapat itu, pimpinan GBIS yang sah dipilih dan diangkat oleh Majelis Besar ke X di Solo pada tanggal 21 Juni 1968, kini telah diturunkan kedudukannya. Inilah “kudeta” yang belum pernah terjadi di dalam sejarah gereja di Indonesia. Setelah menerima surat pernyataan Prapat itu, H.L Senduk dan kawan-kawan mengadakan rapat kilat pada tanggal 8 Agustus 1969, untuk berdoa dan berunding untuk mencari tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi krisis yang hebat ini. Tidak ada alternatif lain untuk Badan Penghubung ( BP ) dan stafnya yang memberontak harus dipecat berdasarkan firman Tuhan dan Tata Gereja. Inilah yang disebut dengan “Pecat-memecat” dimana telah terjadi aksi dan reaksi.
- Menteri Agama turun tangan
Internal gereja dan DGI tidak dapat memecahkan persoalan yang terjadi saat itu, sehingga Menteri Agama sendiri harus menangani dan memberi keputusan sesuai dengan kebijakannya. Kemudian keluarlah keputusan Menteri Agama No. 68 yang ditanda tanganinya pada tanggal 16 Mei 1970 yang kesimpulan isinya sebagai berikut :
- Mengakui BP Solo yang menolak perjanjian kerjasama dengan COG ( Church of God )
- Membatalkan status hukum GBIS sebagai gereja yang berkedudukan di Jakarta ( tidak mengakui BP Jakarta )
Karena merasa bahwa keputusan pemerintah ini berat sebelah dan tidak bijaksana, maka terpecahlah GBIS menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang berpihak Solo dan kelompok yang berpihak Jakarta. BP Solo diakui oleh pemerintah dan BP Jakarta diakui oleh MB ke XI GBIS. Pada tanggal 25 Mei 1970 H.L Senduk dan kawan-kawan mengadakan Rapat Kilat BP untuk berdoa dan menyusun pernyataan terhadap keputusan Meteri Agama tersebut. Berkali-kali mengadakan rapat untuk mencari jalan keluar. Ada yang mengusulkan agar membawa persoalan ini ke Pengadilan Negeri, agar keputusan Menteri itu dapat dibatalkan berdasarkan hukum yang berlaku. Dan sebagai alternatif lain maka ditempuhlah jalan agar masalah ini disampaikan kepada Kepala Negara. Sebulan kemudian sesudah laporan kami diterima Presiden, maka kami mendapat tanggapan yang positif. Menteri Agama menulis surat pada tanggal 3 Oktober 1970 kepada kami secara pribadi, yang isinya antara lain berbunyi sebagai berikut :
- Kami mengakui GBIS yang menolak Amalgamation dengan COG ( BP SOLO )
- Tetapi kami tidak menutup kemungkinan saudara ajukan permohonan untuk mendirikan Persekutuan Gereja yang baru, asal memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Setelah menerima surat Menteri Agama, segera kelompok H.L Senduk menemui Dirjen Bimas Kristen untuk memohon petunjuknya dalam pembangunan organisasi gereja yang baru.
- Musnah atau bangkit dengan kemenangan
Dengan keputusan Menteri Agama No. 68 tanggal 16 Mei 1970 kami telah “musnah” tetapi dengan surat Menteri Agama no. MA/342/1970 tanggal 3 Oktober kami “dibangkitkan” dengan kemenangan. Berkat bantuan dari Ajun Komisaris Besaar Polisi J.F.R Montolalu ( almarhum ) sebagai Kepala Intel Jawa Barat, yang memberikan ijin untuk mengadakan pertemuan pertama kali yang dihadiri oleh 129 hamba Tuhan untuk mempersiapkan konsep “Tata Gereja GBI” yang menjadi pokok acara tunggal yang dibicarakan bersama-sama dihadapan hadirat Tuhan. Tata Gereja yang disetujui bersama itu adalah dasar hukum dari organisasi baru yang disebut “GBI” ( Gereja Bethel Indonesia ).
H.L. Senduk melihat bahwa berdirinya gereja sama dengan orang yang melahirkan anak, itu mudah, akan tetapi untuk mendidik dan membesarkan anak itu susah sama halnya dengan gereja, untuk memelihara dan mengembangkannya itu yang sulit. Untuk itu diperlukan pedoman atau cerminan bagi GBI. Adapun pedoman / cerminan GBI adalah :
- Gereja Efesus (Wahyu 2:1-7), mewakili gereja di tahun 34 -120
Dosa : Kehilangan kasih yang semula
Nasehat Tuhan : Bertobatlah dan kembali kepada kasih yang semula. Jika tidak, Aku akan mengambil pelita itu dari padamu.
Janji Tuhan : Barangsiapa menang, AKU akan memberi makan buah pohon kehidupan di taman Firdaus.
Cerminannya : Dalam kehidupan dan pelayanan, kasih Kristus adalah motivasi satu-satunya.
- Gereja Smirna (Wahyu 2:8-11), mewakili gereja di tahun 120 – 312
Ujian : menderita sengsara, kesusahan dan kemiskinan, tetapi setia sampai mati.
Pernyataan Tuhan : Mereka kaya rohani
Janji Tuhan : Aku akan mengaruniakan mahkota kehidupan. Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita kematian yang kedua.
Cerminannya : Tetap setia sampai mati di dalam sengsara, kemiskinan dan aniaya.
- Gereja Pergamus (Wahyu 2:12-17), mewakili gereja di tahun 312 – 600
Dosa : Ajaran sesat (Bileam dan Nikolas)
Nasehat Tuhan : Bertobatlah, jika tidak, AKU akan memerangi engkau
Janji Tuhan : Barangsiapa menang akan diberi Manna. Juga akan dikaruniakan batu putih dengan nama baru.
Cerminannya : Berpegang teguh kepada pengajaran Kristus dan rasul-rasul, tidak berzinah dengan ajaran sesat dan penyembahan berhala.
- Gereja Tiatira (Wahyu 2:18-29), mewakili gereja di tahun 600 – 1517
Pujian Tuhan : Ada kasih dan iman dan banyak melakukan pekerjaan yang baik (sosial)
Dosa : Ajaran sesat(nubuat palsu zebel). Berbuat zinah dengan penyembahan berhala, percaya ajaran-ajaran iblis (okultisme, dsb).
Nasehat Tuhan : Bertobatlah! Jika tidak, akan dilemparkan ke dalam kesukaran besar. AKU yang menguji hati orang, dan akan membalaskan setiap orang menurut perbuatannya.
Janji Tuhan : Barangsiapa menang, akan KU karuniakan kuasa dan pemerintahanatas bangsa-bangsa. Juga kepadanya akan diberikan “bintang timur”.
Cerminannya : Melaksanakan Firman Tuhan dan tekun menantikan kedatangan Tuhan Yesus kedua kali.
- Gereja Sardis (Wahyu 3:1-6), mewakili dari tahun 1517 – 1750
Dosa : Ibadah lahiriah (formalitas), kelihatannya hidup padahal mati rohani, pekerjaan tidak sempurna di hadapan Allah.
Nasehat Tuhan : Bangunlah dan bertobatlah. Kuatkan mereka yang hampir mati.
Janji Tuhan : Barangsiapa menang, ia akan diberikan pakaian putih. Namanya tidak akan dihapus dari buku kehidupan dan akan diakui di hadapan Allah Bapa dan segala malaikatNYA.
Cerminannya : Ibadah harus selalu hidup dan bebas di bawah urapan Roh Kudus, dan jangan terikat pada upacara-upacaraliturgi yang mati.
- Gereja Filadelfia (Wahyu 3:7-13), mewakili gereja di tahun 1750 – 1900
Pujian Tuhan : AKU tahu segala pekerjaanmu. AKU tahu bahwa kekuatanmu tidak seberapa, namun engkau menuruti FirmanKU dan tidak menyangkal namaKU. Engkau tekun menantikan AKU. AKU telah membukakan pintu bagimu yang tidak dapat ditutup oleh seorangpun.
Nasehat Tuhan : Peganglah apa yang ada padamu, supaya tidak seorangpun mengambil mahkotamu.
Janji Tuhan : AKU serahkan musuhmu datang tersungkur di depan kakimu. AKU akan melindungi engkau dari hari pencobaan yang akan datang atas seluruh dunia untuk mencobai mereka yang diam di bumi. AKU datang segera! Barangsiapa menang, akan kujadikan sokoguru di dalam Bait Suci AllahKU, nama kota AllahKU, yaitu Yerusalem baru yang turun dari surga dan namaKU yang baru.
Cerminannya : Mempergunakan kesempatan atau pintu yang terbuka untuk membuka cabang jemaat sebanyak mungkin.
- Gereja Loadekia (Wahyu 3:14-22), mewakili gereja di tahun 1900 – 2000
Dosa : Suam dalam hidup rohani, tidak dingin dan tidak panas. Akan dimuntahkan keluar dari mulut Tuhan. Mereka merasa diri kaya dan tidak kekurangan apa-apa.
Nasehat Tuhan : Membeli daripadaKU emas yang telah dimurnikan dalam api, pakaian putih dan minyak untuk melumas matamu. Barang siapa KU kasihi ia KU tegur dan KU hajar. Sebab itu, relakanlah hatimu dan bertobatlah!
Janji Tuhan : Aku berdiri dimuka pintu dan mengetuk. Jikalau ada orang yang mendengar suaraKU dan membukakan pintu, AKU akan masuk mendapatkannya dan AKU akan makan bersama-sama dengan dia dan iakan bersama-sama dengan AKU. Barangsiapa menang, ia akan didudukkan bersama-sama dengan Kristus di atas takhtaNYA.